
GERMAK INDONESIA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kembali menggelar sidang kasus dugaan “Suap dan Perintangan Penyidikan” yang menjerat Hasto Kristiyanto sebagai Terdakwa, Kamis (17/04/2025).

Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menghadirkan Tiga Saksi, yakni Arief Budiman, mantan Komisioner KPU RI periode 2012-2017 dan Wahyu Setiawan, mantan Komisioner KPU 2017-2022, serta mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina merupakan mantan Narapidana Tindak Pidana Korupsi (Napi Tipikor) dalam kasus “Suap Penetapan Pergantian Antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI Periode 2019-2024 yang menjerat Harun Masiku (Buron) dan Hasto”.
Saat Ketiga Saksi tersebut memberikan keterangan kesaksian di depan Majelis Hakim justru mengungkap berbagai fakta. Ada upaya menyuap kepada Saksi dengan memberikan penawaran Dana Operasional. Bahkan adanya pertemuan Harun Masiku dengan Arief Budiman.
Fakta-fakta yang terungkap dari keterangan para saksi dalam sidang Terdakwa, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto antara lain:
*Adanya pertemuan Harun Masiku dengan Arief Budiman saat mengurus Penetapan Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR. Dalam pertemuan tersebut, Harun Masiku dinyatakan membawa foto Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan eks Ketua MA Hatta Ali.
Namun ketika Jaksa menanyakan tujuan Harun Masiku membawa foto-foto yang ditunjukkan kepadanya, Arief mengaku tidak tahu.
“Kalau pak Harun Masiku menunjukkan foto-foto itu ya saya enggak tahu maksudnya apa, tetapi bagi saya kan biasa saja itu. Saya juga tidak membawa, menerima, mengoleksi hal-hal yang semacam itu,” jawab Arief tegas.
*Sementara Wahyu Setiawan menyatakan pernah ditawari Dana Operasional Tak Terbatas untuk membantu Harun Masiku menjadi anggota DPR RI meski tidak memenuhi syarat untuk menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Menurut keterangan Wahyu dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), tawaran tersebut datang dari Saeful Bahri, Agustiani Tio Fridelina dan Donny Tri Istiqomah yang merupakan utusan Hasto.
“Saya memahaminya ada Anggaran Operasional yang besar. Itu tafsir saya saja. Tapi yang menyampaikan Dana Operasional tak terbatas kan bukan saya, sehingga saya tidak mengetahui konteks persisnya apa,” ungkapnya.
“Tapi kalau Penuntut Umum menanyakan tafsir saya, ya saya menafsirkan berarti ada uang besar,” imbuhnya.
Namun menurut Wahyu, dirinya tidak mengetahui sumber uang yang diduga suap tersebut, Wahyu hanya mendengar dari Donny dan Saeful, bahwa uang tersebut bersumber dari Hasto.
“Bahwa dalam BAP itu saya ditanya terkait dengan pendapat, saya jujur menyampaikan tidak mungkin Bu Tio, Donny dan Saeful memberikan uang pribadi kepada saya untuk kepentingan itu. Tetapi saya tidak bisa menyampaikan, bahwa itu dari pak Hasto, karena saya tidak tahu,” bebernya.
Tetapi keterangan berbeda yang disampaikan Wahyu saat pemeriksaan dan di hadapan hakim. Saat tahap Penyidikan, Wahyu menyebut uang yang diduga suap tersebut berasal dari Hasto, tetapi ketika memberikan kesaksian di persidangan, Dia justru menyatakan tidak tahu sumber uang tersebut.
Menurut Wahyu, nama Hasto disebut karena status yang bersangkutan sebagai Sekjen PDIP dan yang punya kewenangan terhadap PAW.
“Sebenarnya pihak yang paling punya otoritas untuk menyampaikan itu ya pak Donny, Bu Tio, dan pak Saeful karena saya dalam hal ini sebagai penerima,” ungkapnya lagi.
“Tetapi memang di media juga sudah ramai, bahwa yang menyebut nama pak Hasto itu dari pak Donny dan pak Saeful, bukan saya,” sambungnya.
Wahyu juga mengungkapkan, bahwa dirinya sempat iseng meminta 1.000 untuk PAW ketika melakukan percakapan dengan Agustiani Tio Fridelina.
Ketika Jaksa menunjukkan bukti chat Wahyu dan Tio yang membahas Tawaran Uang Operasional sebesar Rp. 750 juta. Namun Wahyu meminta 1.000 atau Rp. 1 Miliar. Tetapi kata Wahyu, dia hanya iseng, karena tak mungkin bisa dilaksanakan.
“Pak Penuntut Umum, apakah saya bisa menjelaskan tentang latar belakang ini? Saya iseng saja menulis 1.000 karena sebelumnya saya sudah berdiskusi dengan Bu Tio, bahwa itu [PAW Harun Masiku] enggak mungkin bisa dilaksanakan,” ungkapnya.
Ketika aksa menunjukkan sejumlah nominal yang muncul saat negosiasi, dari Rp. 750 Juta, Rp. 1 Miliar hingga Rp. 900 Juta. Wahyu menyatakan, bahwa tidak ada kesepakatan, karena menurutnya, Proses Pengurusan itu tak bisa dilaksanakan.
“Dari Transaksi ini, setelah Rp. 750 Juta, Rp. 1 Miliar, 1.000 ya, Rp. 900 Juta, Dealnya berapa untuk pengurusan itu? Yang disepakati akhirnya berapa?” tanya JPU KPK.
“Tidak ada Deal, karena setelah ngopi saya di situ menjelaskan, bahwa ini tidak mungkin dapat dilaksanakan,” jawab Wahyu.
Seusai sidang, Hasto sempat buka suara. Menurut Hasto, ada perbedaan keterangan yang disampaikan Wahyu saat ini dengan apa yang diutarakan pada sidang 2020 silam.
Hasto menilai ada “Pengaburan Fakta Hukum” dalam persidangan. Pasalnya, dalam Putusan Perkara sebelumnya, terungkap Sumber Uang Suap untuk mengurus PAW datang dari Tio dan Saeful.
“Tadi sudah saya sampaikan keberatan, karena apa yang disampaikan oleh saudara saksi Wahyu Setiawan itu berbeda dengan keterangan dan Putusan Nomor 28 Tahun 2020 yang telah memiliki Kekuatan Hukum Tetap,” ungkap Hasto.
#KasusKorupsi #Hukum #Korupsi #Tipikor #HastoKristiyanto #KPK #PengadilanTipikor #HarunMasiku #PAW #IndonesiaBersih
(MTI, ICN & GERMAK)