
GERMAK Banyuwangi JATIM – Di saat “Pemerintah Pusat menggalakkan Efisiensi Anggaran, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi tetap melanjutkan agenda pembangunan”. Bupati Ipuk Fiestiandani yang kini menjabat untuk periode kedua (2025-2030) menegaskan, bahwa “pembangunan infrastruktur tetap menjadi fokus utama”.

Namun, di balik ambisi pembangunan ini, muncul berbagai dugaan yang mencoreng pemerintahan Ipuk Fiestiandani. Isu dugaan “Korupsi, Praktik Monopoli, serta Ijon Proyek menjelang Pelaksanaan Anggaran Tahun 2025” semakin mencuat dan menjadi perbincangan publik.
BACA:
*KORUPSI BANYUWANGI: KEJARI Banyuwangi Memberantas Korupsi Atau Mencari Sensasi?
*Mengapa Pelindung & Pelaku Korupsi Di Banyuwangi Harus Dilindungi?
*Dugaan Korupsi dan Politisasi Pembangunan*
Ketua Gerakan Buruh dan Rakyat Anti Korupsi (GEBRAK), Muhammad Helmi Rosyadi, menduga praktik monopoli proyek berkaitan erat dengan Pemilihan Bupati (Pilbup) 2024 lalu. Menurutnya, ada indikasi bahwa dana kampanye untuk pencalonan kepala daerah incumben dikumpulkan melalui kontraktor dan pengusaha pemburu rente dengan keterlibatan oknum pejabat.
Fenomena ini bukanlah hal baru. Data dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menunjukkan bahwa lebih dari 300 kepala daerah telah terjerat kasus korupsi akibat tingginya biaya pencalonan dalam Pilkada. Banyak persidangan di Pengadilan Tipikor mengungkap pola yang sama—uang hasil korupsi digunakan untuk kepentingan pencalonan dan mengamankan kekuasaan.
Sementara itu, GEBRAK juga menyoroti melemahnya efektivitas penyadapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Fungsi penyadapan yang dulu menjadi senjata utama dalam mengungkap korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa kini dinilai tidak lagi maksimal.
*Aksi dan Tekanan Publik*
Dalam upaya menekan pemerintah dan penegak hukum agar bertindak, GEBRAK terus memviralkan kasus-kasus korupsi melalui gerakan sosial, mengusung slogan
#NoViralNoJustice dan #ViralForJustice sebagai bentuk perjuangan agar perhatian publik tetap terjaga.
Ketua GEBRAK bahkan memimpin aksi massa di depan Kantor Bupati Banyuwangi, dengan tuntutan agar tidak ada perlindungan terhadap tersangka korupsi. Salah satu sorotan utama dalam aksi ini adalah dugaan bahwa Bupati Banyuwangi masih memberikan posisi kepada “Nafiul Huda yang tersangkut kasus Korupsi sebagai Staf Ahli Bupati”.
*Kesimpulan*
Pembangunan Banyuwangi memang diperlukan untuk mendorong kemajuan daerah, tetapi transparansi dan akuntabilitas harus tetap dijaga. Jika dugaan korupsi dan monopoli proyek benar adanya, maka masyarakat berhak mempertanyakan bagaimana kebijakan anggaran dikelola dan apakah pembangunan benar-benar dilakukan demi kepentingan publik atau sekadar bagian dari politik kekuasaan.
Publik perlu terus waspada dan memastikan setiap kebijakan pembangunan yang digulirkan tidak hanya menjadi alat politik semata, tetapi juga benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat secara luas.
Mungkin ada benarnya jika pernyataan yang disampaikan Jaksa Agung RI, Dr, Sanitiar Burhanuddin, SH, MM, dikaitkan dengan “Korupsi di Banyuwangi”, bahwa jika Pemimpinnya Korupsi, yang di bawah pasti Rampok.
Oleh karena itulah, apakah kasus Korupsi di Kabupaten Banyuwangi ini akan ditindaklanjuti atau melindungi “Pelindung dan Pelaku Korupsi?”.
Maka jika para “MALING UANG RAKYAT” belum diberikan “HUKUMAN MATI”, maka jangan pernah berharap “perilaku KORUPSI akan berhenti”.
#KorupsiBanyuwangi #TransparansiPemerintah #NoViralNoJustice #ViralForJustice #PembangunanBanyuwangi #AkuntabilitasPublik #StopMonopoliProyek
(HELMI & MTI, ICN, GERMAK)